Penulis : Fakhrisina Amalia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 248 halaman
Terbit : April, 2016
SINOPSIS
Namanya Altair, seperti salah satu bintang terang di rasi Aquila yang membentuk segitiga musim panas. Azura mengenalnya di sekolah sebagai murid baru blasteran Jepang yang kesulitan menyebut huruf L pada namanya sendiri.
Azura merasa hidupnya yang berantakan perlahan membaik dengan kehadiran Altair. Keberadaan Altair lambat laun membuat perasaan Azura terhadap Kak Nara yang sudah lama dipendam pun luntur.
Namun, saat dia mulai jatuh cinta pada Altair, cowok itu justru menghilang tanpa kabar. Bukan hanya kehilangan Altair, Azura juga harus menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya memiliki banyak rahasia, yang mulai terungkap satu demi satu. Dan pada saat itu, Kak Nara-lah tempat Azura berlindung.
Ketika Azura merasa kehidupannya mulai berjalan normal, Altair kembali lagi. Dan kali ini Azura dihadapkan pada kenyataan untuk memilih antara Altair atau Kak Nara.
--------------------------------------------------------------------------
REVIEW
"Kadang-kadang, kedekatan kita dengan seseorang tidak dilihat dari seberapa sering kita bersamanya. Kadang-kadang, kedekatan kita dengan seseorang justru tampak dari betapa tidak seringnya kita bertemu, tapi kita selalu punya waktu-waktu menyenangkan dalam pertemuan yang tidak sering itu." Halaman 133Azura merupakan seorang siswi yang tidak mempunyai teman di sekolahnya. Bukannya dia jelek ataupun tidak pintar. Azura memiliki paras yang cantik dengan tubuh yang mungil. Hanya saja Azura berpikir kalau hidupnya sudah sempurna hanya karena dia memiliki kedua orangtua yang menyayanginya. Azura mendapatkan cinta yang berlimpah dari kedua orangtuanya.
Tapi hal itu dirasakannya sebelum Azura menyadari kehidupannya tidak sama lagi. Di rumah sudah tidak ada kehangatan yang tercipta dari Mama dan Papa nya. Orangtua Azura sering bertengkar dan bahkan salah satunya tidak pulang. Orangtua Azura seakan tidak menyadari kehadiran Azura di rumah dan tetap bertengkar terus menerus.
Merasa Azura membutuhkan sesuatu yang membuatnya lebih tenang, Azura justru menyakiti dirinya sendiri. Setiap Azura mendengar pertengkaran kedua orangtuanya, Azura menyakiti dirinya. Hal itu membuatnya mampu meredam teriakan demi teriakan yang terjadi di rumahnya.
Kehidupan di sekolah Azura pun berubah. Azura semakin sering menyendiri. Sampai suatu ketika Azura mempunyai seorang teman, Altair. Murid pindahan di sekolahnya yang merupakan keturunan Jepang. Kehadiran Altair pada awalnya sangat mengganggu Azura. Altair yang kesulitan memahami Bahasa Indonesia, selalu menganggu Azura saat belajar di kelas.
"Hanya karena kau menganggapku temanmu, bukan berarti aku juga menganggapmu temanku." Halaman 19Kehadiran Altair yang selalu mengganggu Azura perlahan membuat Azura nyaman berteman dengan Altair, Sosoknya tampan. Altairpun mau menemani Azura menjalani harinya di sekolah. Saat istirahat mereka kerap kali makan bekal bersama. Bahkan saat Azura dalam keadaan terpuruk sekalipun, Altair hadir disamping Azura.
Lalu, bagaimana jadinya kalau Altair tidak ada? Bagaimana jadinya kalau Altair tiba-tiba menghilang? Mampukah Azura menjalani kehidupannya?
----------------------------------------------------------
Saat novel ini diumumkan sudah terbit, rasa penasaranku langsung timbul ingin segera membacanya. Bagaimana tidak? Fakhrisina mungkin salah satu penulis yang dapat dikategorikan hebat dalam storytelling nya. Ini buku ketiga tulisannya yang aku baca dan terlihat jelas perkembangan menulisnya semakin matang. Novel ini jelas ditulis dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan pembaca akan dengan mudah membalik halaman demi halaman cerita ini hingga selesai dengan cepat.
Mengambil sudut pandang orang pertama - Azura si gadis penyendiri- kamu diajak untuk memahami apa yang Azura rasakan. Azura yang kerap kali menyakiti dirinya sendiri dan bisa bertahan beberapa kali benar-benar membuatku ngeri. Namun, perilaku Azura tersebut dapat diterima dengan baik oleh pembacanya karena terlihat jelas alasan yang melandasinya.
Namun Azura memiliki dua orang tokoh yang berperan penting dalam hidupnya. Nara dan Altair. Kedua tokoh ini hadir dan dengan mudah mencuri perhatian pembaca dengan sikap mereka yang manis saat mendukung Azura. Nara memang hanya dijelaskan sambil lalu saat Azura masih menempuh studinya di sekolah, berbanding terbalik dengan sosok Altair yang hadir setiap saat pada kondisi Azura terpuruk.
Novel ini berkali-kali memiliki kejutan yang tidak aku bayangkan saat membaca kisah Azura dari halaman awal. Aku benar-benar tidak menyangka akan diberikan plot twist di ending cerita. Benar-benar sebuah penutup cerita yang sangat bagus dan membuatku terkejut.
Di lain pihak jika aku diperbolehkan memberikan kritik akan novel ini ialah adanya keganjalan plot yang mungkin kurang diriset penulis. Yaitu ada di halaman 153. Dikatakan Azura menekan cutter ke pergelangan tangan dengan kuat dan berulang-ulang, lalu darah mengucur deras dari tangannya. Tapi yang membuat aneh ialah si tokoh Azura masih mampu menelepon sahabatnya Nara dan mengendarai motor ke rumahnya. Keanehan belum berhenti sampai disitu saja, Azura juga masih mampu bertamu di rumahnya Yara -sahabatnya- walaupun ditulis akhirnya Azura hanya setengah sadar.
Dari rentang waktu adegan tersebut, aku sebagai orang awam mengansumsikan telah terjadi rentang waktu yang cukup panjang saat tangan Azura berdarah. Padahal jika seseorang yang terluka di pergelangan tangannya tidak akan mampu untuk mengendarai motor ke rumah orang lain. Dimana tidak dijelaskan berapa jarak tempuh yang dilalui di tokoh.
Keganjalannya sepele memang, tapi menurutku cukup fatal dan luput dari perhatian.
Walaupun begitu, novel yang berlabel young adult jelas buku ini aku rekomendasikan bagi remaja yang sedang mencari buku bacaan menarik. Cerita ini tidak hanya menampilkan kisah dark tapi banyak sekali pesan moral yang dapat diambil oleh pembacanya.
Novel ini juga cocok dibaca oleh orang dewasa bahkan orangtua untuk dapat lebih peduli akan kehadiran dan perasaan orang lain dan anak-anak mereka.
Terkadang yang kita butuhkan adalah mencoba peduli akan kondisi orang lain untuk tahu dan memahami apa yang sebenarnya mereka alami. Bukannya dengan memandang aneh atau menjauhinya.
Selamat membaca!
Cheers,
APRL
0 komentar:
Post a Comment